Wawancara Kualitatif

Rabu, 07 April 2010

Wawancara 1

Nama : Jay (bukan nama sebenarnya)

Umur : 18 tahun

Sekolah: Salah satu sekolah swasta di Jakarta


T: ”Halo apa kabar?”

J: ”Baik kak.”

T: ”Gimana sekolahnya?”

J: ”Lancar donk. Doain lulus ya.” (bibir tersenyum)

T: ”Amin didoain pasti lulus. Tapi ngomong-ngomong ya, masih sama si ’itu’ nggak?”

.J: ”Masih sih kak. Sama si ’itu’ uda hampir setahun.” (sambil menggaruk-garukan tangan)

T: ”Awet juga ya. Dia satu sekolah kan ya kalau nggak salah?”

J: ”Iya tapi beda kelas.”

T: ”Terus teman-teman kamu uda tahu belum hubungan kalian berdua?”

J: ”Nggak tahu sih. Tapi, cuma dua sahabat aku aja yang tahu. Toh juga mereka tahunya aku being man (suara terdengar tidak jelas. Raut muka berubah menjadi lebih kaku.) kan dari SMP.”

T: “Jadi uda nggak masalah ya?”

J: ”Iya.”

T: ”Terus kalau kamu mau nih misalnya ngobrol sama dia biar nggak ketahuan gimana caranya?”

J: ”Hhmm.. Di sekolah sih nggak pernah berduaan. Ya kayak teman biasa aja. Paling ke kantin bareng atau gimana gitu. Tapi kalau makan juga rame-rame sih sama teman-teman yang lain jadi nggak keliatan itunya.”

T: ”Kalau selain dia ada nggak sih sebenarnya teman-teman yang lain, ’ntah ketemu dimana?”

J: ”Kalau aku sih nggak tahu kak yang curiga atau nggak ya kayaknya sih pada nggak tahu. Soalnya kita juga nggal terlalu ekspose di sekolah.”

T: ”Jadi kamu kalau mau eksis itu dimana?”

J: ”Aku sih biasanya itu kak apa join ke komunitas-komunitas itu. Toh juga aku ketemu cowokku disitu. ”

(Kesadaran diri akan identitas baru, dalam kesadaran akan suatu identitas baru. Kaum homoseksual, anggota-anggota yang berkumpul dalam suatu kelompok terdiri dari karakteristik yang mirip sebagai dasar pembentukan kelompok. Karekteristik yang mirip ini akan menciptakan sebuah komunikasi yang bergairah karena adanya kesamaan cerita antara anggota yang satu dengan yang lain, seperti perasaan dimana anggota-anggota kelompok tersebut memiliki pemikiran yang sama sehingga cenderung merasa dihargai. Chesebro, Cragan, dan McCullough)

T: “Oh, jadi ada ya komunitas-komunitas itu.”

J: ”Sebenarnya sih banyak kak. Ya cuma eeee nggak terlalu diekspose paling yang uda terkenal aja diekspose. Kan masyarakat juga masih ada yang belum ada yang nerima dengan keadaan kita yang begini.”

T: ”Ada aturannya nggak sih di komunitas itu?”

J: ”Aturan yang penting si ya kita benar-benar gay (raut muka berubah menjadi sedih dan tegang).”

(Menegakkan nila-nilai baru bagi kelompok, pada tahapan ini akan tercipta sebuah aturan atau pengertian baru yang dianggap kelompoknya “benar” meskipun itu bertentangan dengan aturan atau norma yangtelah ada di masyarakat pada umumnya. Nilai-nilai baru ini sengaja diciptakan oleh anggota-anggota kelompok homoseksual untuk melegalkan apa yang dilakukan. Chesebro, Cragan, dan McCullough)

T: ”Kalau untuk kan gini, yang namanya komunitas jadi nggak mungkin donk kita mau pakai nama asli kita. Ada nggak nama lain?”

J: ”Kalau aku sih biasanya dipanggil JAY.”

(Nama diri sendiri adalah symbol utama dan pertama bagi seseorang. Nama pribadi adalah unsur penting dalam identitas seseorang dalam masyarakat, karena interaksi dimulai dari nama dan baru kemudian diikuti dengan atribut2 lainya. Sumber: Prof. Deddy Mulyana, M.A, Ph.D, Buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, halaman 305)

T: Dari nama asli kamu.

J: Heeh. (sambil mengangukan kepala)

T: Makasih ya.

J: Sama-sama kak.


Wawancara 2

Nama : Cocit (bukan nama sebenarnya)

Umur : 16 tahun

Sekolah: Salah satu sekolah negeri di Jakarta


J: ”Halo!” (sambil menyodorkan tangan)

T: ”Apa kabar?” (sambil berjabat tangan)

J: ”Baik kak.”

T: ”Temannya Jay ya?”

J: ”Oh, iya bener.” (kepala bergerak ke kiri- ke kanan)

T: ”Satu sekolah sama sih?”

J: ”Nggak.” (kepala bergerak ke kiri- ke kanan)

T: ”Oh, nggak satu sekolah. Tadi Jay uda hubungan kamu duluan ya kalau aku mau datang ke rumah kamu ni?”

J: ”Heeh benar. Tadi ketemu dimana sama di Jay?” (tangan terangkat ke samping seperti menunjuk sesuatu)

T: ”Ada sih. Kemarin kan aku baru dari rumahnya Jay. Terus aku bilang aku lagi butuh lah sama ya butuh sesuatulah. Makanya aku kesini.”

J: ”Oh. Tadi kesini nyasar nggak?”

T: ”Nggak sih. Eh, mau tanya deh. Kamu bisa kenalan sama Jay dari mana tuh? Kan beda sekolah.”

J: Hmm.. Dari komunitas-komunitas ’hombreng-hombreng’ gitu. (pambil memainkan topi yang digunakan)

(Kesadaran diri akan identitas baru, dalam kesadaran akan suatu identitas baru. Kaum homoseksual, anggota-anggota yang berkumpul dalam suatu kelompok terdiri dari karakteristik yang mirip sebagai dasar pembentukan kelompok. Karekteristik yang mirip ini akan menciptakan sebuah komunikasi yang bergairah karena adanya kesamaan cerita antara anggota yang satu dengan yang lain, seperti perasaan dimana anggota-anggota kelompok tersebut memiliki pemikiran yang sama sehingga cenderung merasa dihargai. Chesebro, Cragan, dan McCullough)

T: “Heeh.. (dengan muka bingung) Oh.. ya ya..(sambil menganggukan kepala)”

J: “Ya tahu lah. … (suara terdengar tidak jelas) Kita disitu saling kenalan-kenalan dari beberapa penjuru daerah-daerah akhirnya gwe bisa ketemu Jay disitu.”

T: “Kok nggak takut sih gabung-gabung comunitas kayak gitu. Kan masih SMA. Apa nggak ngerasa terlalu muda banget untuk gabung dengan hal-hal kayak gitu?”

J: ”Ah, nggak lah. Kayaknya saya pikir juga banyak juga yang seusia seumuran dalam komunitas itu. Nggak masalah itu. Kan tidak terbatas usia.”

T: ”Berarti untuk bisa masuk tuh ada aturan tertentu nggak sih di komunitas itu?”

J: ”Ya kalau aturannya sih fleksible ya nggak rumit banget ya. (sambil membetulkan topi yang digunakannya) Sama kayak kita gabung sama kelompok-kelompok atau grup ya pada umumnya aja. Yang jelas tu kita harus bisa mengatur waktu. Ada ngadain grup itu atau komunitas itu ngadain suatu apa itu (berbicara sambil menggerakan tangan) suatu pertemuan ya acara. Ya kita dateng. Ya uda kita sama-sama saling mendukung aja.

(Menegakkan nila-nilai baru bagi kelompok, pada tahapan ini akan tercipta sebuah aturan atau pengertian baru yang dianggap kelompoknya “benar” meskipun itu bertentangan dengan aturan atau norma yangtelah ada di masyarakat pada umumnya. Nilai-nilai baru ini sengaja diciptakan oleh anggota-anggota kelompok homoseksual untuk melegalkan apa yang dilakukan. Chesebro, Cragan, dan McCullough)

T: ”Kalau untuk biasanya kan ada yang namanya suka berubah. Apa juga suka berubah nama untuk menutupi nama sabenarnya juga salah satu aturannya?”

J: “Oh.. Kalau dari gwe sendiri sih nggak pernah bikin nama. Tapi kalau dari anak-anak ada yang manggil gwe sih dengan nama COCIT.”

(Nama diri sendiri adalah symbol utama dan pertama bagi seseorang. Nama pribadi adalah unsure penting dalam identitas seseorang dalam masyarakat, karena interaksi dimulai dari nama dan baru kemudian diikuti dengan atribut2 lainya. Sumber: Prof. Deddy Mulyana, M.A, Ph.D, Buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, halaman 305)

T: “Apa itu COCIT? Sosis apa nama?” (sambil tertawa)

J: ”COCIT itu dari ’so sweet’ gitu. Kalau ada yang mau nangis tu ’so sweet banget’ gitu deh.” (sambil mengerakan tangannya) … (kata-kata terdengar tidak jelas)

T: “Ya deh pasti ’so sweet banget’. Ya uda makasi ya. Mau balik dulu uda sore ni.”

J: “Kalau ada temannya kenalin ya.” (sambil menjabat tangan)

T: “Ok. Sip.”

0 komentar: